Day 5 di Jogja, malam habis main ke Tugu Jogja, perut saya resmi protes: lapar berat. Anak juga ikut bilang, “Mau mie aja, tapi share ya,” dan itu kalimat yang langsung bikin saya kepikiran satu nama: Bakmi Kadin di Kotabaru. Jalanan mulai lengang, lampu kota pelan-pelan meredup, tapi justru di situlah enaknya berburu kuliner malam. Kami pun belok dari jalur hotel dan niat khusus melipir ke warung bakmi Jawa legendaris ini.

Begitu motor pelan di tepi jalan, saya sudah bisa menebak lokasi yang benar: titik kerumunan orang dan asap tipis dari tungku arang di depan. Dari jauh suara wajan beradu dengan sodet terdengar ritmis, seperti “soundtrack” khas bakmi Jawa malam hari. Anak saya langsung semangat, “Itu ya, Mi? Yang pakai api arang?” dan saya mengangguk sambil nyengir, karena memang dari dulu saya penasaran mencoba bakmi Jawa dengan telur bebek di sini.
Baca Juga : Kuliner Magelang di Borobudur
Kenapa Saya Akhirnya Mampir ke Bakmi Kadin Jogja
Di Jogja, pilihan bakmi Jawa itu banyak. Tapi ada beberapa nama yang sering muncul kalau kamu tanya ke warga lokal atau tukang ojek online, dan Bakmi Kadin ini salah satunya. Lokasinya di kawasan Kotabaru, masih relatif dekat dari Tugu Jogja, jadi cocok banget buat kamu yang cari tempat makan malam setelah kelar foto-foto di ikon kota ini.
Alasan utama saya datang sederhana: pengen merasakan bakmi Jawa yang dimasak pakai arang, lengkap dengan telur bebek yang terkenal bikin kuahnya makin gurih. Beberapa kali dengar cerita teman soal warung ini—katanya suasananya jadul, sibuk, tapi tetap bikin betah. Faktor “legenda” juga nggak bisa diabaikan, karena Bakmi Kadin disebut-sebut sudah melayani pelanggan sejak sekitar tahun 1947. Buat saya, angka setua itu sudah cukup jadi alasan buat minimal datang sekali.
Selain itu, saya juga lagi cari tempat makan malam yang ramah untuk keluarga. Porsinya bisa di-share, menunya familiar buat anak, dan suasananya masih cukup santai meski ramai di jam-jam tertentu. Bakmi Jawa hampir selalu aman buat lidah, dan di sini bonusnya ada telur bebek yang bisa bikin pengalaman makan makin berkesan.
Pengalaman Menyantap Bakmi Jawa di Bakmi Kadin Jogja
Aroma Asap Arang yang Langsung Nempel di Ingatan
Begitu pesanan dicatat, saya sempat memperhatikan dapurnya sebentar. Deretan tungku dengan bara arang menyala, wajan-wajan hitam legam yang jelas sudah menemani ratusan, mungkin ribuan porsi bakmi setiap harinya. Setiap kali satu porsi digoreng atau digodhog, api arang akan “meloncat” sebentar, membawa aroma smoky yang khas.
Saat seporsi bakmi godhog datang ke meja, hal pertama yang terasa bukan cuma hangatnya mangkuk, tetapi aroma kaldu yang berpadu dengan sedikit sentuhan asap. Bukan yang terlalu tajam sampai mengganggu, tapi cukup untuk bikin kamu tahu: ini bukan mie instan di rumah, ini bakmi Jawa yang benar-benar dimasak per porsi di atas arang. Kuahnya tampak agak keruh karena telur bebek, dengan potongan ayam dan sayur yang tenggelam di dalamnya.
Tekstur Mie, Kuah, dan Telur Bebek yang Bikin Nyaman – Bakmi Kadin Jogja

Ketika diseruput pertama kali, kuah bakmi godhog di sini terasa gurih tapi tidak berlebihan. Kecap dan bumbu terasa seimbang, bukan yang terlalu manis atau terlalu asin. Rasa telur bebek memberi efek lebih “padat” di kuahnya, membuatnya terasa kaya tanpa perlu ditambah banyak-banyak sambal.
Tekstur mienya cenderung lembut, tipikal bakmi Jawa yang dimasak agak lama di kuah. Buat kamu yang suka mie masih agak kenyal, ini mungkin terasa sedikit lebih empuk, tapi buat saya justru cocok untuk makan malam—lebih ramah perut dan nyaman dinikmati pelan-pelan. Anak saya pun makan dengan lahap, sesekali menyeruput kuah sambil bilang, “Ini kuahnya enak, nggak terlalu pedas.”
Sementara itu, bakmi gorengnya punya karakter berbeda. Karena dimasak tanpa kuah, rasa smoky dari arang terasa lebih menonjol. Tekstur mienya sedikit lebih tegas, bumbunya melekat di setiap helai mie dengan potongan ayam dan sayur yang cukup banyak untuk satu porsi. Kalau kamu suka bakmi dengan rasa yang lebih “nendang” dan agak kering, versi goreng ini bisa jadi pilihan.
Makan Malam yang Pas untuk Dibagi – Bakmi Kadin Jogja
Karena saya datang dalam kondisi lapar berat tapi masih ingin berbagi porsi dengan anak, bakmi di sini terasa pas. Satu porsi bisa di-share kalau kamu hanya ingin ngemil berat, namun jika kamu benar-benar lapar, satu porsi penuh tetap akan habis dengan senang hati. Bakmi Jawa seperti ini memang paling enak dinikmati malam hari, saat udara Jogja mulai lebih sejuk dan suasana kota melambat.
Dari sisi alur pesan sampai saji, prosesnya cukup jelas. Kamu pesan, masuk antrean masak, lalu menunggu panggilan. Dengan ramainya pengunjung, wajar kalau waktunya tidak instan. Di kunjungan saya, pesanan datang sekitar 20–25 menit setelah dicatat, masih di rentang wajar dari estimasi 15–30 menit yang biasanya disebutkan. Buat saya, waktu tunggu seperti ini masih oke, apalagi bisa diisi dengan ngobrol dan menikmati suasana warung.
Info Penting Sebelum Kamu Melipir ke Bakmi Kadin Jogja
Bagian ini buat kamu yang suka merencanakan kulineran dengan lebih rapi, terutama kalau bawa keluarga atau anak kecil.
- Enak dimakan saat: Bakmi Kadin paling pas dinikmati malam hari. Kuah hangat, rasa gurih, dan suasana warung yang hidup membuat pengalaman makan terasa lengkap.
- Jam ramai: Puncak keramaian biasanya antara pukul 19.00–22.00. Di jam ini, antrean bisa memanjang, dan waktu menunggu cenderung ke arah 30 menit.
- Parkir motor/mobil: Parkirnya di tepi jalan, jadi kamu perlu sedikit sabar mencari celah, terutama kalau datang membawa mobil. Usahakan tidak parkir sembarangan agar tidak mengganggu lalu lintas.
- Sudah berdiri sejak: Sekitar tahun 1947, yang artinya warung ini sudah melewati banyak generasi pelanggan. Nuansa jadulnya terasa dari cara masak, suasana, sampai pola ramai pelanggan.
- Durasi di lokasi: Rata-rata 40–60 menit. Cukup untuk pesan, menunggu, makan dengan santai, dan sedikit foto-foto suasana.
- Lihat lokasi : google maps
Kalau kamu tipe yang tidak suka terburu-buru ketika makan, siapkan waktu agak longgar supaya bisa menikmati semuanya dengan nyaman.
Ngobrol Singkat dengan Karyawan di Bakmi Kadin Jogja : Hal-Hal Kecil Tapi Penting
Saya sempat ngobrol singkat dengan salah satu karyawan yang bolak-balik mengantar pesanan, dan beberapa hal ini mungkin berguna buat kamu:
- Bakmi godhog vs goreng: Katanya, banyak pengunjung pertama kali lebih sering mencoba bakmi godhog dulu karena dianggap paling “klasik” dan paling terasa karakter bakmi Jawa-nya. Setelah itu baru eksplor ke bakmi goreng atau variasi lain.
- Kematangan mie bisa disesuaikan: Secara default, mie akan dimasak sampai lembut. Tapi kalau kamu suka mie yang masih agak kenyal, kamu bisa bilang dari awal. Mereka terbiasa dengan permintaan ini, jadi jangan sungkan.
- Telur bebek hampir selalu tersedia: Telur bebek jadi salah satu ciri khas di sini. Meski begitu, di jam super ramai bisa saja stok menipis. Kalau kamu niat datang khusus buat menikmati versi telur bebek, datang sedikit lebih awal adalah pilihan aman.
- Best time buat datang: Menurut karyawan yang saya ajak ngobrol, datang sebelum pukul 19.30 biasanya antrean masih lebih bersahabat. Setelah itu, arus pelanggan bisa makin padat, terutama di akhir pekan atau musim liburan.
Ngobrol sebentar seperti ini membantu saya memahami ritme warung, dan membuat pengalaman makan terasa lebih “dekat” dengan tempatnya, bukan sekadar datang–makan–pulang.
Bakmi Kadin Jogja vs Bakmi Mbah Gito: Beda Suasana, Beda Pengalaman
Kalau kamu sudah pernah dengar nama Bakmi Mbah Gito, wajar kalau kemudian muncul pertanyaan, “Mending ke mana dulu?” Menurut saya, keduanya sama-sama punya tempat di hati pencinta bakmi Jawa, tapi dengan karakter yang berbeda.
Lihat lokasi : google maps
Bakmi Kadin di Kotabaru ini terasa lebih “kota”, lebih dekat ke area yang sering dilalui wisatawan, terutama yang menginap di sekitar pusat Jogja dan Tugu. Suasananya ramai meriah, tapi tetap sederhana seperti warung bakmi jalanan yang fokus pada masak dan layani pelanggan secepat mungkin.
Sementara itu, Bakmi Mbah Gito sering dikenal dengan suasana tempat yang unik dan dekorasi yang kuat karakter. Kalau Bakmi Kadin mengandalkan cerita legenda panjang sejak 1947, Bakmi Mbah Gito memberikan pengalaman ruang yang lebih “teaterikal”.
Dari sisi rasa, keduanya sama-sama bermain di wilayah bakmi Jawa yang gurih dan hangat. Pilihanmu bisa disesuaikan dengan mood: kalau kamu ingin merasakan warung bakmi legendaris yang dekat dari area Tugu dan pusat kota, Bakmi Kadin bisa jadi pilihan pertama. Di lain waktu, kamu bisa menjajal Bakmi Mbah Gito untuk nuansa yang berbeda. Tidak perlu dipertentangkan, cukup dinikmati sebagai dua pengalaman kuliner yang saling melengkapi.
Baca Juga : Sarapan Ndeso di Warung Kopi Klotok Pakem: Lauk Rumahan Dengan View Sawah
Biar Makanmu Makin Nyaman: Tips Kunjungan ke Bakmi Kadin Jogja
Supaya pengalaman kamu di Bakmi Kadin berjalan mulus, beberapa tips ini bisa dipertimbangkan:
- Datang sedikit lebih awal dari jam ramai. Kalau bisa, tiba sebelum pukul 19.00. Selain antrean masih lebih pendek, kamu punya lebih banyak waktu buat memilih menu dan menikmati suasana.
- Siap menunggu 15–30 menit. Ini bukan fast food yang disiapkan sekaligus banyak. Bakmi di sini dimasak per porsi di atas arang, jadi sabar adalah bagian dari pengalaman.
- Bawa uang tunai secukupnya. Meski beberapa tempat sudah mulai menerima pembayaran non-tunai, membawa uang cash tetap bijak untuk jaga-jaga.
- Kalau bawa anak, pilih menu yang familiar. Bakmi godhog biasanya lebih mudah diterima lidah anak karena kuahnya ringan dan tidak terlalu pedas. Kamu bisa minta sambal dipisah.
- Jangan ragu atur preferensi sejak awal. Sampaikan kalau kamu ingin mie lebih kenyal, kuah tidak terlalu manis, atau ingin telur bebek dipecah di kuah. Permintaan seperti ini justru membantu mereka menyesuaikan masakan dengan selera kamu.
- Perhatikan parkir di tepi jalan. Pastikan kendaraan kamu tidak menghalangi jalan dan tetap aman. Kalau ragu, tanya petugas atau warga sekitar di mana biasanya pelanggan parkir.
- Gunakan momen menunggu untuk menikmati suasana. Lihat proses masak di tungku arang, perhatikan ritme dapur, dan hirup aroma bakmi yang beterbangan di udara. Bagian ini justru sering jadi highlight buat saya.
Dengan sedikit persiapan, makan malam di Bakmi Kadin bisa jadi momen yang menyenangkan buat kamu dan keluarga, bukan sekadar isi perut.
Jadi, Wajib Nggak Sih Mampir ke Bakmi Kadin Jogja?
Buat saya, jawabannya: wajib, terutama kalau kamu lagi cari kuliner malam di Jogja yang punya cerita panjang. Ada tiga kata yang langsung muncul di kepala ketika mengingat pengalaman di sini: smoky, gurih, legenda. Smoky dari arang yang memberi karakter khas di bakmi. Gurih dari kuah dan telur bebek yang memperkaya rasa tanpa terasa berlebihan. Legenda dari perjalanan panjang warung ini sejak sekitar 1947 yang masih terus ramai sampai sekarang.
Bakmi Kadin bukan tipe tempat yang menawarkan kemewahan, tapi justru di situlah nilai utamanya. Kamu datang, menunggu, lalu disajikan semangkuk bakmi Jawa yang hangat dengan sentuhan arang dan suasana warung yang hidup. Kalau kamu sedang menginap di area pusat kota atau baru saja kembali dari Tugu Jogja dengan perut yang mulai protes, melipir ke sini bisa jadi salah satu keputusan terbaik di malam itu.
Kalau suatu hari nanti kamu kembali ke Jogja dan mencari alasan untuk bernostalgia, kemungkinan besar semangkuk bakmi dari Bakmi Kadin akan kembali terlintas di kepala. Dan menurut saya, itu tanda bahwa sebuah tempat makan memang sudah naik kelas menjadi bagian dari pengalaman kota, bukan cuma satu titik di peta kuliner.




Pingback: Sate Klathak Pak Pong Imogiri: Malam Lapar Daging di Selatan Jogja - Local x Food
Pingback: Mangut Lele Mbah Marto: Siang Pedas-Gurih di Jogja Selatan - Local x Food