Day 10 di Jogja, siang sebelum check-out dari Hyatt Regency, saya dan keluarga sepakat cari makan yang cepat, kenyang, dan pasti disukai anak. Di tengah banyak pilihan kuliner kota ini, mie ayam terasa jadi jawaban paling aman: satu mangkuk hangat, perut kenyang, dan waktu tetap kepegang. Karena anak memang tim “mie sejati”, saya langsung kepikiran meluncur ke Mie Ayam Bu Tumini (Giwangan) yang sudah lama masuk radar. Dari hotel di area utara, kami sengaja turun ke selatan kota demi satu misi sederhana: makan siang praktis, tapi tetap punya cerita. Baca Juga : Kuliner Magelang di Borobudur

mie ayam bu tumini giwangan
mie ayam bu tumini giwangan

Kenapa Akhirnya Saya Pilih Mie Ayam Bu Tumini

Sebagai orang yang senang eksplor kuliner Jogja, nama Mie Ayam Bu Tumini bukan hal asing. Banyak cerita yang beredar soal kuahnya yang kental, rasanya yang “nendang”, dan antrean yang hampir selalu ada. Di kepala, saya membayangkan mie ayam dengan kuah pekat, rasa manis-gurih khas Jogja, dan porsi yang bisa bikin kamu tahan lapar lebih lama.

Lokasinya di kawasan Giwangan juga cukup strategis kalau kamu sedang banyak urusan di selatan Jogja atau mau lanjut perjalanan ke arah Bantul. Dari sisi itinerary, mampir ke sini di jam makan siang terasa masuk akal:
Lihat Lokasi : Google Maps

mie ayam bu tumini giwangan
mie ayam bu tumini
  • Siang hari memang jam ideal untuk makanan berkuah seperti ini.
  • Anak suka mie, jadi tidak perlu drama soal menu.
  • Kami butuh sesuatu yang cepat & kenyang, tanpa harus berlama-lama baca menu.

Ekspektasi saya ketika datang:

  • Kuah mie ayam yang kental dan berkarakter.
  • Porsi yang bisa dipilih dari biasa sampai jumbo, sesuai kondisi lapar.
  • Proses makan yang kurang lebih selesai dalam 30–40 menit, termasuk antre dan duduk.

Dengan bayangan itu, saya meluncur ke Giwangan sambil sedikit deg-degan penasaran: apakah rasanya sepadan dengan cerita yang sering saya dengar?


Pengalaman Makan: Dari Antre Sampai Kuah Terakhir

Suasana Siang: Ramai Tapi Masih Terkendali

Saya datang di jam yang bisa dibilang “prime time”, sekitar pukul 12.00–13.00, persis ketika banyak orang sedang mencari makan siang. Kursi sudah banyak terisi, orang keluar-masuk bergantian, dan antrean di depan meja pemesanan tampak padat, tapi masih tertib.

Dari pertama masuk, kamu akan langsung melihat:

  • Deretan mangkuk yang siap diisi mie.
  • Panci besar berisi kuah kental yang terus dipanaskan.
  • Alur kerja dapur yang cepat: mie masuk, kuah naik, topping ayam dituang, lalu mangkuk meluncur ke meja.
mie ayam bu tumini giwangan
mie ayam enak di jogja

Dengan kondisi cukup ramai, waktu menunggu pesanan saya sekitar 15–30 menit dari mulai antre sampai mangkuk tiba di meja. Kalau kamu datang di luar jam padat, durasi ini bisa lebih singkat.

Rasa dan Tekstur: Manis-Gurih dengan Kuah Kental

Begitu mangkuk mie ayam tiba, hal pertama yang menarik mata adalah kuah topping ayam yang kental dan berwarna cokelat pekat. Bukan tipe kuah bening, tapi lebih ke kuah yang “menyelimuti” mie. Aromanya langsung naik—campuran kaldu, kecap, dan bumbu yang cukup kuat.

Beberapa hal yang saya rasakan saat suapan pertama:

  • Mie: Teksturnya kenyal tapi empuk, tidak lembek, dan mudah disantap anak.
  • Kuah ayam: Rasa dominan manis-gurih, dengan sedikit rasa rempah di belakang. Bukan tipe kuah ringan, tapi lebih berisi.
  • Aftertaste: Manis ringan dari kecap dan gurih kaldu ayam masih tertinggal di mulut beberapa saat setelah ditelan.

Buat kamu yang terbiasa makan mie ayam dengan kuah cenderung asin, gaya rasa seperti ini mungkin terasa unik. Kuncinya ada di cara kamu “mengatur” isi mangkuk:

  • Tambah sambal kalau ingin menyeimbangkan rasa manis.
  • Tambah kecap kalau kamu tim manis maksimal.
  • Tambah jeruk kalau ingin ada sentuhan segar di kuah.

Dengan komposisi yang pas, kuahnya benar-benar terasa kental dan nendang—bukan cuma manis, tapi juga punya daya dorong gurih yang bisa bikin kamu susah berhenti nyeruput.

Porsi: Biasa, Setengah, atau Jumbo?

Di sini, pembicaraan soal porsi itu penting. Mie Ayam Bu Tumini dikenal dengan porsi yang “serius”:

  • Porsi biasa saja sudah cukup bikin satu orang dewasa kenyang.
  • Ada pilihan porsi jumbo buat kamu yang datang dengan kondisi sangat lapar atau ingin puas total.
  • Kalau datang bersama anak, kamu bisa:
    • Pesan satu mangkuk dan share berdua, atau
    • Pesan porsi biasa untuk orang tua dan minta tambahan mangkuk kosong untuk anak.

Dengan kuah yang kental dan topping ayam yang cukup melimpah, porsi di sini memang cenderung “berat ke kenyang”. Buat saya pribadi, siang hari dengan aktivitas setelahnya masih cukup panjang, porsi biasa sudah lebih dari cukup.


Informasi Praktis yang Perlu Kamu Tahu Sebelum Datang

Supaya pengalaman makanmu lebih mulus, beberapa catatan praktis ini bisa kamu simpan:

  • Enak dimakan saat:
    Paling pas tentu siang hari. Mie hangat dengan kuah kental di tengah aktivitas akan terasa sangat pas, apalagi kalau kamu belum sarapan berat.
  • Jam ramai:
    Rentang 12.00–15.00 adalah jam tersibuk. Di rentang ini, kamu harus siap dengan antrean dan meja yang bergantian cepat.
  • Parkir motor/mobil:
    Parkir tersedia di tepi jalan sekitar warung. Motor relatif lebih mudah diatur; untuk mobil perlu sedikit kesabaran mencari posisi dan pastikan tidak mengganggu arus lalu lintas.
  • Sudah berdiri sejak:
    Warung ini sudah ada sejak sekitar ±1990-an, yang menjelaskan kenapa namanya cukup melekat di telinga banyak orang. Ada rasa “klasik” yang terasa dari gaya kuah dan bumbu.
  • Durasi di lokasi:
    Dari antre, menunggu pesanan, makan, sampai siap beranjak, total waktu yang saya habiskan di sini sekitar 30–40 menit. Cocok kalau kamu sedang mengejar jadwal check-out atau mau lanjut ke destinasi lain di selatan Jogja.

Ngobrol Singkat dengan Karyawan: Porsi Jumbo dan Trik Antre

Sambil menunggu pesanan, saya sempat ngobrol sedikit dengan salah satu karyawan di bagian depan. Dari obrolan singkat itu, ada beberapa poin menarik yang bisa saya rangkum:

  • 1. Porsi jumbo itu untuk siapa?
    Menurut mereka, porsi jumbo paling sering dipesan oleh pelanggan luar kota yang sudah lama penasaran atau datang dalam kondisi sangat lapar. Banyak juga yang pesan jumbo untuk sekalian “bagi dua” dengan pasangan atau teman.
  • 2. Soal level manis di kuah
    Rasa cenderung manis-gurih ini memang disesuaikan dengan selera mayoritas pelanggan lokal. Buat yang tidak terlalu suka manis, mereka menyarankan menambah sambal dan jeruk, atau minta kuah sedikit saja lalu tambah kuah panas biasa agar rasa lebih ringan.
  • 3. Topping favorit yang sering cepat habis
    Di antara berbagai pilihan, topping favorit yang sering diburu adalah ekstra ayam dan bagian-bagian seperti ceker atau tambahan pelengkap lain. Banyak yang sengaja pesan topping berlebih untuk menambah rasa “padat” di mangkuk.
  • 4. Cara antre lebih cepat
    Karyawan menyarankan beberapa hal sederhana:
    • Datang sebelum jam 12 siang atau mendekati jam 14.00.
    • Saat giliran memesan, sebut menu dengan jelas (misalnya: “mie ayam jumbo, sambal terpisah” atau “mie ayam biasa tanpa sambal dulu”).
    • Siapkan uang tunai sejak awal agar proses di depan meja tidak terlalu lama.

Hal-hal kecil seperti ini kelihatannya sepele, tapi di tempat yang ramai, bisa lumayan menghemat waktu.


Dibanding Mie Ayam Lain di Sekitar Giwangan, Apa Bedanya?

Di sekitar Giwangan dan jalan-jalan sekitarnya, tentu ada banyak penjual mie ayam lain. Jadi, apa yang membuat Mie Ayam Bu Tumini terasa beda? Dari pengalaman saya, beberapa poin ini cukup jelas:

  • Karakter kuah
    Kuah topping ayamnya kental dan pekat, bukan tipe kuah bening. Rasa manis-gurihnya juga terasa cukup kuat, sehingga memberi kesan “berat” dalam arti positif.
  • Porsi dan efek kenyang
    Baik porsi biasa maupun jumbo sama-sama terasa “serius”. Kamu tidak sedang makan camilan; ini benar-benar makan besar. Cocok buat kamu yang punya agenda padat dan membutuhkan energi lebih.
  • Suasana dan ritme makan
    Di jam ramai, suasananya memang cukup padat dan ramai, dengan perputaran meja yang cepat. Kalau kamu mencari suasana sangat tenang dan sepi, mungkin akan lebih cocok datang di jam agak “tanggung” di luar puncak siang.

Sementara mie ayam lain di sekitar Giwangan mungkin menawarkan pendekatan berbeda—ada yang kuahnya lebih ringan, ada yang topping-nya lebih variatif, ada yang tempatnya lebih lapang. Menurut saya, Mie Ayam Bu Tumini terasa seperti “wakil resmi” gaya mie ayam kuah kental di area ini.


Tips Kunjungan buat Kamu yang Datang Bareng Keluarga

Kalau kamu datang sebagai keluarga seperti saya, apalagi bawa anak yang suka mie, beberapa tips berikut bisa membantu:

  • 1. Pilih jam datang yang lebih nyaman
    Kalau tidak suka suasana terlalu ramai, hindari core time 12.00–13.00. Datang sedikit lebih awal atau mendekati jam 14.00 biasanya lebih bersahabat, antrean masih ada tapi tidak terlalu padat.
  • 2. Atur porsi sejak awal
    Untuk anak, kamu bisa:
    • Minta mie dipisah dan kuah tidak terlalu banyak.
    • Minta sambal terpisah agar anak bisa makan dengan rasa lebih netral.
  • 3. Bawa air minum sendiri (kalau perlu)
    Di warung memang biasanya ada minuman, tapi kalau kamu terbiasa membawa minum untuk anak, ini akan memudahkan, terutama saat menunggu pesanan.
  • 4. Perhatikan parkir di tepi jalan
    Kalau bawa mobil, pastikan posisi parkir tidak menghalangi akses keluar masuk kendaraan lain. Pilih tempat yang cukup aman dan tidak menutup akses tikungan.
  • 5. Jadikan satu paket dengan rute selatan Jogja
    Mampir ke Mie Ayam Bu Tumini bisa kamu jadikan satu paket dengan itinerary ke arah selatan: setelah makan, kamu bisa lanjut ke area Bantul, Imogiri, atau kembali ke pusat kota.

Jadi Wajib Nggak Sih Mampir ke Mie Ayam Bu Tumini?

Kalau saya rangkum dalam tiga kata kunci, pengalaman di sini terasa: kental, murah, nendang.

  • Kental: Kuahnya punya karakter kuat, pekat, dan berisi. Bukan tipe kuah yang lewat begitu saja di lidah.
  • Murah: Dengan porsi yang mengenyangkan dan rasa yang berkarakter, harga di sini masih ramah untuk standar kuliner Jogja.
  • Nendang: Bukan cuma soal pedas, tapi soal kombinasi manis-gurih dan kuah kental yang bikin kamu merasa benar-benar selesai makan, bukan sekadar ngemil.

Buat saya pribadi, Mie Ayam Bu Tumini (Giwangan) termasuk kategori “wajib dicoba minimal sekali” kalau kamu suka mie ayam dan sedang eksplor kuliner Jogja, terutama di sisi selatan kota. Apalagi kalau kamu datang dengan kondisi seperti saya: anak suka mie, butuh makan siang yang cepat dan kenyang, dan masih ada urusan check-out atau perjalanan setelahnya.

Apakah setelah itu akan jadi langganan setiap ke Jogja? Itu kembali ke selera pribadi. Tapi setidaknya, kamu punya satu pengalaman autentik tentang bagaimana mie ayam dengan kuah kental ala Jogja ini disajikan dan dinikmati langsung di tempat asalnya.