Day 7 di Jogja, malam itu saya lagi roadtrip ke arah selatan. Jalanan pelan, lampu-lampu rumah mulai redup, dan perut sudah lama protes minta diisi daging beneran. Anak ikut di jok belakang, dan kami sepakat buat share satu porsi dulu biar bisa cicip-cicip yang lain. Di tengah rasa lapar itu, rekomendasi makan nama Sate Klathak Pak Pong Imogiri seperti muncul otomatis di kepala—akhirnya setir pun saya belokkan ke Imogiri.
Kenapa Akhirnya Saya Belok ke Sate Klathak Pak Pong Imogiri
Buat saya, sate klathak selalu punya daya tarik sendiri dibanding sate kambing biasa. Tusuk besi, bumbu super sederhana, dan daging yang dibiarkan “ngomong sendiri” tanpa banyak bumbu ribet. Itu juga alasan utama kenapa malam itu saya ingin ke Sate Klathak Pak Pong, bukan tempat lain.
Imogiri sendiri identik dengan kuliner malam di sisi selatan Jogja. Setelah seharian muter kota, enak rasanya turun sedikit ke arah selatan, suasana makin sepi, tapi dapur-dapur warung seperti baru benar-benar hidup. Di Sate Klathak Pak Pong, kamu akan menemukan kombinasi yang cukup ideal: area parkir ada, lampu warung terang, dan aroma asap bakaran yang menggoda begitu turun dari kendaraan.
Kelebihan yang sering dibicarakan orang soal sate klathak adalah tusuk besi dan bumbu sederhana. Tusuk besi bikin panas meresap rata ke bagian dalam daging, sementara bumbu minimalis (garam dan sedikit rempah) bikin rasa kambingnya nggak ketutup bumbu manis atau saus berlebihan. Kalau kamu tipe yang suka rasa daging “apa adanya”, konsep seperti ini bakal cocok banget.
Baca Juga : Kuliner Magelang di Borobudur
Suasana Malam di Sate Klathak Pak Pong Imogiri

Begitu sampai, suasananya khas kuliner malam Jogja: ramai tapi masih ada ruang buat tarik napas. Karena memang paling enak dimakan saat malam, mayoritas pengunjung datang antara jam 19.00–21.00. Itu juga jam paling padat, jadi jangan kaget kalau lihat antrian dan meja yang terus terisi.
Saya datang di sekitar jam ramai itu. Setelah parkir di area yang sudah disediakan (cukup tertata, walau tetap perlu hati-hati saat ramai), saya langsung mencari tempat duduk. Sistemnya sederhana: cari meja, lalu pesan ke bagian depan.
Di sini, kamu perlu siap untuk waktu menunggu sekitar 20–40 menit. Proses bakar daging di tusuk besi nggak bisa terlalu buru-buru; apalagi kalau kamu pesan kematangan tertentu. Buat saya, waktu tunggu ini masih masuk akal, apalagi bisa dipakai buat ngobrol santai, mengawasi anak, atau sekadar menghirup aroma bakaran yang datang dari arah panggangan.
Begitu pesanan datang, alur penyajian cepat dan rapi. Sate klathak dihidangkan hangat, dengan pelengkap seperti kuah gulai yang disajikan terpisah serta nasi. Dari tampilan awal saja, kamu sudah bisa lihat pori daging yang terbuka dan sedikit bekas gosong tipis di permukaan—tanda kalau sate ini dipanggang pelan-pelan di atas bara arang.
Lihat Lokasi : Google Maps
Rasa Sate Klathak Pak Pong Imogiri
Dagingnya Empuk Tapi Tetap Berkarakter
Hal yang paling saya perhatikan pertama kali adalah tekstur daging. Kambing sering identik dengan keras atau berbau, tapi di sini teksturnya lebih ke empuk tapi masih punya gigitan. Bukan yang super empuk sampai hancur, tapi tetap ada sensasi mengunyah yang bikin puas, apalagi buat kamu yang memang lagi “lapar daging”.
Tusuk besi jelas terasa efeknya. Panasnya membuat bagian tengah daging matang rata, sementara bagian luar punya sedikit char yang bikin permukaan terasa smoky. Ini bukan smoky lebay, tapi lebih ke aroma arang yang halus dan menyatu dengan gurih daging.
Bumbu dasarnya sengaja dibuat sederhana. Kamu nggak akan menemukan bumbu kacang atau kecap yang menutupi rasa daging. Justru di situ letak serunya: kamu bisa benar-benar merasakan rasa kambing yang bersih, ditemani sedikit sentuhan asin–gurih yang ringan. Kalau kamu biasa makan sate manis dengan siraman kecap, gaya seperti ini mungkin akan terasa “jujur banget”.
Kuah Gulai Terpisah: Teman Setia di Pinggir Piring
Satu lagi yang bikin pengalaman makan di sini menarik adalah kehadiran kuah gulai yang disajikan terpisah. Kuah ini bukan untuk menenggelamkan sate, tapi jadi teman di sisi piring. Kamu bisa memilih: mau dicocol sedikit, disiram ke nasi, atau bahkan diminum hangat-hangat sebagai penyeimbang rasa daging.
Kuah gulai menambah dimensi rasa tanpa merusak konsep dasar sate klathak yang minimalis. Ketika mulut mulai terasa penuh dengan rasa daging bakar, satu sendok kuah gulai hangat membantu “mereset” lidah dan bikin siap untuk suapan berikutnya.
Makan malam seperti ini, dengan kombinasi sate klathak, nasi hangat, dan kuah gulai, memang terasa paling pas dinikmati saat udara mulai dingin di malam hari. Apalagi suasana Imogiri yang cenderung lebih sejuk dibanding pusat kota.
Informasi Untuk Datang ke Sate Klathak Pak Pong Imogiri
Supaya kamu punya gambaran lebih jelas sebelum datang, ini beberapa poin praktis yang menurut saya penting:
- Waktu terbaik makan: sate klathak di sini memang paling mantap dinikmati malam hari. Suasana dan rasa sama-sama mendukung.
- Jam ramai: kisaran 19.00–21.00 adalah jam paling padat. Di jam ini antrian bisa lebih panjang dan meja cepat penuh.
- Waktu tunggu: siapkan mental untuk menunggu 20–40 menit, terutama di jam ramai. Kalau datang di luar jam puncak, biasanya bisa lebih cepat.
- Parkir: tersedia area parkir untuk motor dan mobil. Saat ramai, kamu mungkin perlu sedikit sabar dan mengikuti arahan tukang parkir atau penjaga sekitar.
- Durasi kunjungan: saya sendiri menghabiskan waktu sekitar 45–60 menit di lokasi, termasuk antre, menunggu, dan makan dengan santai bersama anak.
Soal usia warung, saya tidak mendapat informasi tahun pastinya. Yang jelas, dari cara orang menyebut dan ramainya pengunjung, Sate Klathak Pak Pong sudah cukup lama jadi salah satu nama yang sering muncul kalau orang bicara soal sate klathak di selatan Jogja.
Ngobrol Singkat dengan Karyawan Sate Klathak Pak Pong Imogiri
Saya sempat ngobrol sebentar dengan salah satu karyawan di sana. Singkat, tapi cukup membantu buat memahami cara terbaik menikmati sate di sini. Kurang lebih ini rangkumannya:
- Kematangan bisa diatur
Kalau kamu punya preferensi tingkat kematangan—lebih juicy atau lebih matang—bilang saja sejak awal saat pesan. Mereka sudah terbiasa dengan permintaan seperti itu. - Bagian favorit daging
Menurut mereka, banyak pengunjung yang suka pesanan “campur”. Ada yang tim daging lebih berlemak, ada yang justru pilih bagian yang lebih padat. Kalau bingung, minta rekomendasi mereka saja. - Kuah gulai sengaja dipisah
Kuah gulai dibuat terpisah supaya kamu bisa atur sendiri seberapa banyak ingin menambah rasa. Ada yang suka sekadar dicocol, ada juga yang lebih senang menyiramkan ke nasi. - Tips biar antre tidak terlalu lama
Intinya, mereka menyarankan untuk menghindari jam 19.00–21.00 kalau kamu mau antre lebih singkat. Datang sedikit lebih awal atau agak setelah jam ramai bisa bikin pengalaman makan lebih santai.
Ngobrol sejenak seperti ini membantu banget. Selain dapat insight, rasanya juga lebih nyaman karena kita tahu apa yang bisa “dimainkan” sesuai selera.
Kalau sudah bicara sate klathak di Jogja, nama Sate Klathak Pak Pong Imogiri dan Sate Klathak Pak Bari hampir pasti muncul beriringan. Keduanya punya penggemar masing-masing, dan lokasinya sama-sama di kawasan selatan Jogja.
Daripada saling dibandingkan secara kaku, saya lebih suka melihatnya seperti dua karakter berbeda:
- Di Sate Klathak Pak Pong, saya merasakan pengalaman yang cukup “lurus dan jujur”: tusuk besi, bumbu sederhana, dan rasa daging yang jadi bintang utama. Cocok buat kamu yang ingin fokus ke satu gaya sate klathak tanpa terlalu banyak distraksi.
- Di Sate Klathak Pak Bari, suasana dan gaya saji bisa terasa sedikit berbeda, dan sebagian orang punya alasan sendiri kenapa mereka lebih nyaman di sana—entah karena sudah langganan, atau sekadar cocok di suasana.
Buat saya pribadi, keduanya punya tempat masing-masing di peta kuliner Jogja. Kalau kamu punya waktu lebih saat liburan atau roadtrip, sah-sah saja mengunjungi dua-duanya di hari berbeda, lalu menentukan sendiri kamu “team mana”.
Baca Juga : Bakmi Jawa di Bakmi Kadin Jogja: Legenda Kuliner Malam di Kotabaru
Tips Kunjungan ke Sate Klathak Pak Pong Imogiri
Supaya kunjunganmu ke Sate Klathak Pak Pong lebih nyaman, terutama kalau bawa keluarga atau anak, beberapa tips ini bisa membantu:
- Datang sedikit sebelum jam ramai
Kalau memungkinkan, usahakan datang sebelum 19.00. Biasanya meja masih lebih leluasa dan waktu tunggu sedikit lebih pendek. - Siap mental untuk menunggu
Anggap saja 20–40 menit waktu tunggu sebagai bagian dari pengalaman kuliner malam. Bawa obrolan ringan, mainan kecil untuk anak, atau sekadar nikmati suasana. - Pesan porsi share dulu kalau datang dengan anak
Seperti saya, kamu bisa mulai dengan satu porsi dulu untuk di-share dengan anak. Kalau ternyata masih kurang, tinggal tambah. Ini membantu menghindari sisa makanan yang terlalu banyak. - Sampaikan selera kematangan dari awal
Kalau kamu nggak terlalu suka daging terlalu merah atau terlalu kering, langsung bilang saat pesan. Lebih mudah diatur dari awal daripada menyesal di belakang. - Manfaatkan kuah gulai secara kreatif
Jangan remehkan kuah gulai yang terpisah. Coba beberapa cara: cocol daging, siram nasi, atau minum sedikit sebagai “sup”. Kamu bisa menemukan kombinasi yang paling cocok dengan seleramu. - Bawa uang tunai secukupnya
Walaupun beberapa tempat sudah mulai menerima pembayaran non-tunai, membawa uang tunai tetap bikin hati lebih tenang, apalagi kalau sedang ramai. - Pilih pakaian yang nyaman untuk bau asap
Namanya juga warung bakaran, wajar kalau baju jadi sedikit beraroma asap setelah makan. Pakai baju yang santai dan tidak masalah kalau sedikit ikut “beraroma sate”.
Untuk keluarga yang bawa anak, suasananya masih cukup ramah selama kamu bisa mengelola waktu kunjungan dan tidak datang terlalu malam. Anak bisa ikut merasakan sensasi makan sate di tusuk besi dengan cara yang aman dan terkontrol—tentu dengan didampingi.
Jadi Wajib Nggak Sih ke Sate Klathak Pak Pong Imogiri?
Kalau kamu lagi di Jogja, khususnya sudah sampai area selatan atau sedang lewat Imogiri, menurut saya Sate Klathak Pak Pong itu wajib dicoba setidaknya sekali. Bukan cuma karena populernya, tapi karena pengalaman makan yang cukup lengkap: dari antrian, aroma asap, sampai suapan pertama daging di tusuk besi.
Tiga hal yang paling menempel di ingatan saya adalah:
- Empuk – dagingnya punya tekstur yang pas, masih ada gigitan tapi tidak bikin rahang kerja terlalu keras.
- Smoky – aroma bakaran arang yang halus menyatu di permukaan daging, tanpa terasa gosong.
- Sederhana – bumbu yang tidak berlebihan bikin rasa daging benar-benar dapat, dibantu kuah gulai terpisah sebagai pelengkap, bukan pengalih.
Buat kamu yang suka kuliner malam Jogja dan ingin sesuatu yang lebih “serius” daripada sekadar camilan, sate klathak di sini bisa jadi salah satu checklist penting. Apalagi kalau kamu tipe yang menikmati perjalanan pelan-pelan ke arah selatan, ditemani lampu-lampu jalan dan tujuan yang jelas: piring berisi sate di depanmu.
Jadi, kalau lain kali kamu berada di Jogja dan merasa “lapar daging” di malam hari, Sate Klathak Pak Pong di Imogiri bisa jadi jawaban yang sangat masuk akal.



