Pagi itu Day 1 di Solo, saya baru selesai lari ringan di Stadion Manahan. Keringat masih hangat, perut mulai kosong tapi tidak benar-benar lapar. Saya ingin sesuatu yang ringan, bening, dan ramah untuk anak—tidak terlalu pedas, mudah diterima lidah. Pilihan jatuh ke Timlo Sastro di kawasan Pasar Gede, tempat sarapan legendaris yang banyak direkomendasikan warga.
Kenapa Saya Datang

Solo identik dengan kuliner berkuah yang halus dan beraroma kaldu, dan Timlo Sastro selalu disebut ketika orang mencari timlo yang bening dan “bersih” rasanya. Ekspektasi saya sederhana: kuah jernih yang segar, suwiran daging dan telur pindang yang rapi, ati ampela opsional, plus pelengkap sosis Solo yang khas. Di sekitar Pasar Gede, ritme kota terasa hidup sejak pagi; saya membayangkan semangkuk timlo yang menyapa tenggorokan dengan cara yang sopan—hangat tanpa berlebihan. Itu pas dengan mood setelah lari, dan cocok untuk anak yang lebih suka rasa bersih.
Pengalaman Makan: Rasa, Tekstur, dan Alur Saji
Begitu duduk, pesanan dicatat cepat, dan saya menunggu sekitar 5–10 menit hingga mangkuk datang. Alurnya sederhana: pelayan menyiapkan mangkuk dengan irisan isian (sosis Solo, telur pindang, suwiran daging; ati ampela bisa diminta tidak dimasukkan), lalu kuah bening dituangkan panas-panas, ditutup taburan bawang goreng dan seledri.
Porsi dan Ritme Makan
Informasi Praktis
- Jam ramai: 08.00–11.00 (kalau datang di rentang ini, antre bisa lebih padat—tapi bergulir cukup cepat).
- Parkir motor/mobil: Tepi jalan di sekitar Pasar Gede; datang lebih pagi akan memudahkan cari tempat.
- Sudah berdiri sejak: ±1950-an (itu terasa dari ritme pelayanan yang efisien dan resep kuah yang konsisten).
- Durasi saya di lokasi: 30–40 menit (termasuk menunggu, makan santai, dan merapikan anak).
Ngobrol Singkat dengan Karyawan
Saya sempat tanya empat hal agar pembaca dapat gambaran praktis:
- Isi timlo favorit: “Paling banyak pesan sosis Solo + telur pindang + suwiran daging. Kalau suka, tambah ati ampela.”
- Porsi anak ada?: “Bisa minta nasi lebih sedikit dan tanpa jeroan. Kuahnya tetap sama.”
- Kuah bisa tanpa jeroan?: “Bisa. Tinggal bilang tanpa jeroan, kuah tetap bening dan gurih.”
- Best time datang?: “Pagi sebelum jam 09.00 biar dapat suasana lebih tenang dan pilihan isian masih lengkap.”
Komparasi Ringkas (vs. Timlo Putri)
Timlo Sastro menonjol di kuah bening yang sangat bersih dengan ritme pelayanan cepat—enak untuk keluarga yang ingin makan tanpa rasa berat. Timlo Putri kerap disebut sebagai pembanding yang setara dalam hal popularitas; sebagian orang menyukai profil bumbu yang sedikit berbeda atau tekstur isian yang lebih menonjol. Saya melihat keduanya punya penggemar masing-masing. Jika kamu tipikal pencinta kuah super jernih dan “aman” untuk anak, Sastro adalah opsi aman. Bila ingin eksplorasi variasi rasa, Putri bisa menjadi destinasi berikutnya.
Tips Kunjungan
- Datang lebih pagi (sekitar 07.30–08.30) untuk menghindari puncak antre (08.00–11.00) dan memperoleh kursi yang nyaman.
- Pesan strategi keluarga: satu porsi timlo lengkap untuk dibagi, satu porsi nasi sedikit untuk anak, dan minta tanpa jeroan jika perlu.
- Cicip kuah polos dulu. Tambahkan kecap/cuka setelah separuh mangkuk agar kamu merasakan karakter asli beningnya.
- Cari parkir di tepi jalan dekat Pasar Gede; siapkan uang kecil untuk juru parkir.
- Waktu tunggu 5–10 menit biasanya konsisten. Sampaikan preferensi di awal agar plating sesuai (misalnya tanpa jeroan, minta nasi terpisah).
- Bawa tisu basah untuk anak; kuah bening jarang menodai, tapi tetap praktis.
Baca Juga: Bakpia Pathok 25: Oleh-Oleh Bakpia Paling Praktis dari Yogyakarta
Catatan Sensorik yang Berguna
- Aroma: bawang putih ringan, kaldu ayam jernih.
- Rasa utama: gurih halus, tidak “menggedor.”
- Tekstur: ringan; sosis Solo memberi kontras kenyal, suwiran daging lembut, telur pindang menambah bulat rasa.
- Aftertaste: bersih; cocok untuk lanjut aktivitas (jalan pagi di Pasar Gede atau kembali ke hotel).
Waktu Terbaik dan Alur Area
Karena Pasar Gede cepat hidup, saya suka datang sebelum pukul 09.00. Setelah sarapan, kamu bisa jalan sebentar melihat kios buah, jajanan pasar, atau sekadar menikmati suasana. Bila membawa anak, ritme pagi yang belum terlalu padat membantu mereka makan dengan tenang.
Pertimbangan Keluarga
- Anak sensitif bumbu? Pesan tanpa jeroan dan minta kuah dipisah sedikit agar suhu cepat turun.
- Porsi: minta porsi nasi lebih sedikit; sisa kuah bisa jadi “jaminan” suapan terakhir tetap lancar.
- Minuman: pilih teh tawar hangat untuk menjaga profil rasa bening timlo tetap dominan.
Baca Juga: Kuliner Magelang
Detail Pelayanan
Pelayanan terasa ringkas dan fokus: pencatatan cepat, mangkuk rapi, dan ekspresi hangat tanpa banyak basa-basi. Ini cocok untuk sarapan fungsional—datang, pesan, makan, lanjut aktivitas—namun tetap menyisakan rasa “diperhatikan” lewat detail kecil seperti menanyakan preferensi jeroan.
Nilai untuk Wisatawan Kuliner
Kalau kamu menjelajah Solo dengan agenda padat, timlo di Timlo Sastro adalah checkpoint yang cerdas: tidak berat di perut, ramah anak, dan mudah diakses dari area pusat. Karakter kuah bening memudahkan kamu melanjutkan itinerary tanpa rasa “ngantuk setelah sarapan.”
“Jadi Wajib Nggak Nih?” — Akhir dari Experience Ini
Wajib. Tiga klue kunci yang saya pegang setelah sarapan di sini: ringan, bening, keluarga. Ringan karena kuahnya halus dan tidak bikin beban; bening karena rasa kaldu ayamnya bersih; keluarga karena anak mudah menerimanya dan pilihan tanpa jeroan tersedia. Timlo Sastro menandai pagi di Solo dengan cara yang sederhana namun tepat sasaran.

